HMJ Sosiologi UIN Walisongo menggelar acara Diskusi eLSiS berkolaborasi dengan Sekolah Online Series 4 yang bertemakan "Belajar, Berkontribusi, Menginspirasi Dengan SDGs"

 


Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi UIN Walisongo Semarang telah menggelar acara Diskusi eLSiS berkolaborasi dengan Sekolah Online Series 4 pada bulan Agustus ini mengambil tema "Belajar, Berkontribusi, Menginspirasi Dengan SDGs" yang telah dilaksanakan pada platform Zoom Meeting pada Sabtu (28/08/21).

Diskusi eLSiS X Sekolah Online merupakan kegiatan talkshow dengan narasumber yang membahas seputar SDGs sebagai informasi kasus sosial sekaligus wadah pengembangan diri dan penalaran kritis. Acara kali ini menghadirkan pemateri-pemateri yang hebat Bapak Endang Supriadi, M. A. yaitu seorang Dosen Sosiologi FISIP UIN Walisongo Semarang dan Ka Eka Purwati yaitu seorang The most outstanding participant MOOC SDG's Youth Force Indonesia 2021 dan dimoderatori oleh Galuh Tiasari (Departemen SOSMA).


Perubahan dunia semakin cepat dengan ditandainya isu-isu eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA), kerusakan lingkungan, perubahan iklim yang tak menentu, kekerasan sosial, masalah sampah, banjir, pembangunan tidak merata, dan masih banyak lain. Pentingnya otonomi dan desentralisasi fiskal daerah untuk memeratakan pembangunan suatu daerah masing-masing yang sesuai dengan aspirasi lokal. Namun, kerap kali sasaran tersebut meleset dari yang masyarakat harapkan dikarenakan kurangnya attraction dan pendekatan yang kurang intim.

Agenda dari pembangunan berkelanjutan baru telah dituangkan pada dokumen yang berjudul "Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development" yang berisikan 17 tujuan dengan lebih dari 150+ sasaran dan diberlakukan sejak tahun 2016. Pengesahan Agenda Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) dilakukan di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dihadiri oleh 193 negara pada tanggal 25 September 2015. Sebagai transformasi dari pendahulunya, Millenium Development Goals (MDGs), SDGs dirancang dengan melibatkan seluruh key actor, mulai dari Pemerintah, Civil Society Organization (CSD), Sektor Swasta, Akademisi, dan lain-lain.


"SDGs atau yang lebih kerap dikenal dengan nama Sustainable Development Goals dengan tingkatan pemuda di seluruh Indonesia diharapkan memperhatikan pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan ini sering kali berubah dengan perubahan iklim, teknologi, maupun lainnya yang ada di kehidupan manusia. Semua tokoh maupun manusia tentunya mengalami perubahan, ada yang merasakan dan ada yang tidak merasakan perubahan tersebut. Dalam hal ini harus memperhatikan situasi umum yang kita diskusikan dalam SDGs ini. Peran pemuda itu sangat penting dalam perkembangan berkelanjutan yang di harapkan untuk adanya perubahan dari tujuan atau setidaknya beberapa yang di tujui dengan tetap memahaminya. Sekurang-kurangnya satu permasalahan yang sering kita jumpai bahkan didengar dalam bentuk keharmonisan dengan bentuk yang beragam. Kita sebagai anak muda dengan kisaran dikatakan 16-30 tahun memiliki peran yang sangat penting dengan catatan sejarah telah membuktikan pada saat kemerdekaan Indonesia dengan adanya sumpah pemuda yang telah membantu kemerdekaan Indonesia di era sosial".

"Pemuda juga menjadi tulang punggung di negara Indonesia. Program SDGs itu bisa diselesaikan dengan tahapan 17 poin. Ini peran kita sebagai anak muda itu tentu dipertahankan sesuai dengan prinsip bahwa tidak ada satupun yang tertinggal. Bahwa pemuda menjadi bagian dalam target pencapaian SDGs namun kemudian posisi pemuda itu tidak hanya sebagai penerima manfaat, kita juga hanya sebagai penerima merupakan tetapi kemudian kita harus dapat dioptimalkan sebagai subjek atau pelaku pembangunan meningkat misalnya di era sekarang ini bukan demi apa, demi kita kemudian diharuskan untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru".

"Jika kita melihat situasi kemiskinan yang ingin di kurang, di negara manapun tidak ada yang bisa menghilangkan kemiskinan, yang ada hanyalah mengurangi kemiskinan dan di setiap negara memiliki permasalahan yang berbeda seperti halnya yang ada di poin SDGs di Indonesia permasalahan dengan kesehatan yang baik, akses air yang beesih, pekerjaan yang baik serta yang lainnya. Akan tetapi 17 poin ini masih adanya kekurangan yaitu dengan isu kerukunan beragama. Setiap kerukunan beragama pasti sangat dibutuhkan karena kita di negara Indonesia sendiri memiliki berbagai ragam agama yang ada. Seharusnya ada seusia dengan inflik SDGs karena pada dasarnya pemuda menjadi target SDGs. Pemuda tidak hanya penerima manfaat akan tetapi menjadi pelaku pembangunan. Di era pandemi harus ada  transformasi dengan adanya perubahan-perubahan, adanya perubahan dilakukan oleh setiap manusia, orang kita itu tidak hanya sebagai penerima adanya program dari 17 ini yang diagungkan oleh PBB juga harus aktif sebagai subjek atau pelaku pembangunan itu dengan cara beragam. Saya kira saya mau mengamati di era pandemi ini kurang lebih 1 tahun setengah anak muda Indonesia khususnya itu sudah mulai berkreasi membangun industri kecil, tidak pasti yang di lakukan oleh anak bangsa kita diharuskan oleh pemuda Indonesia. Generasi milenial semuanya lahir pada tahun 2000 ada yang mungkin 2001, kita ini generasi milenial saya teman-teman itu generasi Z . Tidak aktif jika tidak dalam posisi yang kemudian menunggu tapi kita harus mengambil posisi atau penting dalam pembangunan" Jawab Pak Endang.


"SDGs merupakan PR isu sosial yang menjadi bagian tugas bersama. Bagaimana cara merubah perubahan sosial dengan mengurangi kemiskinan, pendidikan yang menjadi inklusif. Sekarang kita membicarakan persoalan SDGs salah satunya yaitu membuat pendidikan inklusif dan diduduk sama rata. Jika kita melihat kondisi di Indonesia sekarang ini masih banyak yang belum dinyatakan sama rata. Banyak yang kekurangan sarana prasana di berbagai daerah. Dengan seperti itu apakah Indonesia sudah dijadikan sebagai pelopor dengan adanya pendidikan inklusif yang diadakanya dengan poin yang tertera 17 yang kurang mendapatkan edukasi pendidikan literasi dan lain sebagainya, maka hal ini perlu menjadi PR untuk kita semuanya pemuda adalah pelaku perubahan dan pemuda adalah ketika kita berbicara tentang pemuda menjadi PR untuk kita mengimplementasikan SDGs di Indonesia ini. Pemuda sebagai pemimpin dan pemuda sebagai target grup untuk kita mengimplementasikan SDGs di lingkungan sekitar kita. kita mengenal estetis yaitu meningkatkan kesetaraan gender. Kemudian yang kedua adalah kita saling menghormati dan saling menghargai perbedaan ketika dari diri kita sendiri tidak mau melakukan perubahan dari hal-hal kecil. Bagaimana kita bisa mengimplementasikan yang besar maka dari itu untuk kita semuanya. Sebagai pemuda perlu yang namanya belajar untuk berkontribusi untuk bangsa. Apa gunanya kita memiliki banyak prestasi tapi kita tidak bisa berkontribusi seperti itu? jadi poin untuk bisa menjadi agen perubahan untuk bisa melakukan implementasi untuk bangsa kita perlu dimulai dari diri kita sendiri, kita menghargai perbedaan, kita tidak melakukan diskriminasi antar golongan atau ras tidak kan kita. Mengapa sih perlu adanya SDGs ini dalam mewujudkan keadilan dalam kehidupan sosial bagi di negara Indonesia sendiri? Saya kira itu kenapa kemudian memunculkan program berkelanjutan yaitu salah satu itu inovasi kalau secara bahasanya inovasi dari pemerintah atau dari PBB yang kemudian mengimpor adanya saya sendiri sebenarnya kalau kamu dikatakan sebagai pembangunan berkelanjutan di Indonesia ini selalu. Sekarang dia ada kelanjutan nanti ada lagi pembangunan. Pembangunan akan muncul begitu membangun pembangunan dalam diri kita sendiri membangun konektivitas kepada sesama sabar. Kalau diluar agama kita di luar budaya kita itu sedang membangun sebenarnya cuma permainan politik-politik, ingin adanya program aktivitas ini ya tentu melihat terus, dialami oleh setiap negara itu, negara lain bisa terlaksana, jadi sikap kita, kamu dan juga peran pemuda dalam pembangunan masyarakat akan berhasil. Peran kita sebagai seorang anak, pemuda itu sangat penting dari dalam diri kita sendiri".

"Pertanyaan kita juga dari anak-anak makan dan kependidikan, tidak semua mahasiswa yang dalam perkuliahan ya menjadi mahasiswa itu tahu proses adanya pembangunan berkelanjutan. Diawali brainstorming mengenai peserta di sini mengenai mahasiswa-mahasiswa saja itu tidak semuanya mengetahui adanya pergantian. Dalam kesempatan dulu teman-teman HMJ itu sudah mengambil perannya untuk sedikit memberikan pemahaman kepada masyarakat secara luas dengan acara seperti ini kemudian" Jawab Ka Eka.

Antusias dari para peserta Sekolah Online Series 4 x Diskusi eLSiS ini memberikan pertanyaan mengenai seputar SDGs. Salah satu pertanyaan yang menarik disampaikan oleh Kiki Yuli Rosita. "Bagaimana cara yang relevan untuk menghilangkan sebuah  disparitas gender dan meastikan akses yang setara terhadap semua tingkatan dalam pendidikan untuk menciptakan pendidikan yang inklusif dan berkualitas yang mendukung kesempatan belajar untuk semua?"

Prespektif pemateri I (Bapak Endang Supriadi, M. A.)

"Jadi kita kembalikan lagi bahwa upaya kita untuk mengimplementasikan di Indonesia ini bukanlah sebuah upaya yang mudah, kita perlu yang namanya sinergi, kita perlu namanya kerjasama dan sebagai poin pentingnya adalah satu hal lagi pemuda adalah pelaku perubahan, pemuda adalah pelopor bukan pengekor. Bagaimana cara yang relevan untuk menghilangkan sebuah disparitas gender dan memaksa terhadap semua tingkatan dalam pendidikan untuk menciptakan pendidikan yang inklusif dan kualitas. Kita tidak hanya oleh pemerintah tapi kita bersama, bahkan dalam diri kita sendiri itu kadang kita mas karena budaya patriarki yang melekat dalam diri kita, itu kan yang kemudian menjadi apa yang belum sampai saat ini belum tuntas mengenai persoalan gender. Komposisikan perempuan yang kemudian itu di ruang publik dalam persoalan di pendidikan. PR kita bersama itu kan karena persoalan gender itu selalu menjadi belum ya di berbagai elemen masyarakat, baik itu di pendidikan ataupun di kehidupan sosial keagamaan bahkan yang lainnya itu menjadi persoalan. Bagaimana caranya kita harus memahami terlebih dahulu yang memahami persoalan kesetaraan gender, kita selalu di budaya patriarki, tapi kita harus mulai membuka wawasan, membuka pola pikir kita. Ya saya pikir dia melihat semua persoalan yang ada di masyarakat baik itu persoalan gender, kesetaraan gender atau yang lainnya itu menjadi bukti bahwa kita bisa memutus ketikan memutus pandangan bahwa budaya kita pada persoalan patriarki itu bisa jadi mulai. Jadi kita bisa, kita menerima atau memahami kondisi bahwa peran perempuan itu sangat dibutuhkan tapi kan kita tidak kemudian bisa meminta kepada seluruh rakyat Indonesia. Kita harus yang namanya budaya karakter masyarakat kita tuh berharga 11 pandangan itu kan butuh waktu.

"Kemudian kajian-kajian terkait dengan gender, kesetaraan gender itu selalu terus dilakukan oleh pihak pemerintah, oleh swasta yang lainnya bahkan perguruan tinggi sehingga ini menjadi tujuan pembangunan berkelanjutan. Salah satunya ada persoalan gender ini tetapi kemudian yang harus menjadi tantangan bagi kita tadi persoalan budaya atau mindset kita terkait budaya patriarki, kita sudah bisa dibuka itu tidak lagi ada patriarki, dalam pikiran kita bisa menerima segala, kita mungkin belum terbiasa melihat itu. Selalu mengatakan kepada mahasiswa bahwa peran perempuan itu sangat penting, jangan selalu laki-laki. Kenapa perempuan tidak selalu tampil dalam ruang publik? Itu karena sudah di justifikasi oleh masyarakat kita sendiri bahwa perempuan itu dia tidak ada kemampuan untuk memimpin suatu organisasi lah, sebagai pengalaman saya pribadi gitu kan ada mahasiswa atau calon-calon para pemimpin datang ke saya izin lah kalau saya enggak mau apamau maju Pak, dalam satu organisasi dukung penuh itu. Masyarakat atau mahasiswa saja untuk masuk bikin patrial kita cukup budaya patriarki yang masih melekat pada diri mahasiswa. Saya ingin mengajak kepada teman-teman semuanya pada kesempatan yang baik ini, Ayo kita mulai pola pikir kita mindset kita terhadap budaya yang kemudian harus kita pelan-pelan buka itu menerima kemampuan setiap manusia tidak hanya laki-laki, dari perempuan juga memiliki kemampuan sehingga itu sudah terbentuk ditemukan pada diri manusia pada tujuan pembangunan berkelanjutan mengenai gender ini kita bisa terealisasikan dengan baik gitu. Ya tapi kan kita juga tidak boleh memaksakannya". 

Prespektif  Pemateri II (Ka Eka Purwanti)

"Disparitas gender dan pendidikan inklusif ini juga memiliki relevansi yang kuat di antara keduanya yang mana masih banyak stickman-stickman negatif dari masyarakat sekitar kita bahwa perempuan tidak perlu pendidikan yang tinggi, perempuan hanya bekerja di tiga hal kasur, sumur, dan dapur. Namun hal itu perlu kita tepis teman-teman, artinya apa kita sebagai perempuan perlu yang namanya pendidikan berkualitas yang namanya pendidikan tinggi karena apa hal itu sebagai bekal kita untuk membekali diri kita sendiri sebagai calon ibu rumah tangga yang maka dari itu stickman stickman negatif yang ada di masyarakat sekitar tentang perempuan bahwa tidak perlu yang namanya sekolah tinggi, tidak perlu yang namanya pendidikan tinggi. Kita perlu tapi sama teman itu juga akan menjadikan diri kita sendiri untuk menciptakan pendidikan ataupun generasi yang berkualitas dan itu dimulai dari diri kita sendiri. Bagaimana caranya kita memaksimalkan kesempatan pendidikan yang bagaimana cara kita memaksimalkan dan mengembangkan potensi diri kita yang ada sebagai seorang perempuan seperti yang kita ketahui bahwa pendidikan inklusif dan berbicara tentang gender hari relevansi yang kuat. Bagaimana caranya menciptakan pendidikan inklusif dan sekarang untuk semua orang ada beberapa hal dan problematika yang masih hangat di sekitar kita mengenai pendidikan inklusif yaitu yang pertama kurangnya sarana dan prasarana pendidikan yang menunjang, apa masih banyak sekolah-sekolah yang masih memerlukan akses pendidikan yang layak, masih banyak sekolah-sekolah yang memiliki infrastruktur bahan yang kurang layak dijadikan sebagai sekolah kamu juga masih banyak problematika-problematika lainnya seperti kurangnya modifikasi kurikulum yang kurang relevan dengan keadaan masyarakat sekarang kemudian latar belakang ragam dari peserta didik yang kurang menunjang".

"Salah satu pendidikan di Indonesia dan beberapa hal itulah yang menjadi PR kita dan pemerintah semuanya bahwa pemerintah sudah berulang kali mengganti ataupun merubah kurikulum namun itu saja masih menjadi persoalan untuk kita semuanya. Masih banyak pelajar ataupun mahasiswa lainnya yang kurang sepakat ataupun kurang relevan dengan adanya perubahan yang berganti dari pemerintah dan hal itulah menjadi PR untuk kita semuanya. Bagaimana kita menciptakan pendidikan yang berkualitas? Bagaimana caranya kita memaksimalkan diri kita kita memaksimalkan potensi diri kita untuk bisa mengembangkan diri dan dari situlah kita bisa menepis stigma negatif dari masyarakat bahwa perempuan itu tidak perlu yang namanya pendidikan yang tinggi. Tidak menutup bahwa perempuan juga bisa menjadi pribadi yang berkualitas dari laki-laki. Artinya, kita bukan penjarakan antara laki-laki dan perempuan. Kita memiliki kesamaan hak yang sama, kita memiliki kesempatan belajar yang sama. Perempuan juga boleh sampai S3 dan hal itulah yang menjadi salah satu PR kita dan perlu kita buktikan dan implementasikan kenyataannya masih banyak pemimpin-pemimpin di negeri ini yang dipelopori adalah perempuan seperti itu ya teman-teman terima kasih".

Penulis: AU, MH.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inisiatif membangun kekuatan intelektual, Departemen Pendidikan dan Penalaran (PILAR) HMJ Sosiologi FISIP UIN Walisongo Semarang mengadakan kelas penelitian di Desa Merbuh, Kecamatan SIngorojo, Kabupaten Kendal

HMJ Sosiologi mengadakan acara Pekan Ceria yang dilaksanakan di Kelurahan Bandarharjo, Kota Semarang

HMJ Sosiologi menggelar acara eLSiS dengan tema "Analisis Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengendalian Harga Kebutuhan Pokonya"