HMJ Sosiologi menggelar acara Diskusi eLSiS dengan tema "Memahami Tokoh Sosiologi Postmodern #1 : Jacques Derrida"
Himpunan Mahasiswa Jurusan Sosiologi UIN Walisongo Semarang telah menggelar program kerja rutinan yang diadakan setiap satu bulan sekali, yaitu Diskusi elSiS. Diskusi eLSiS rutinan yang telah sukses digelar pada bulan Juni ini mengusung tema "Memahami Tokoh Sosiologi Postmodern #1 : Jacques Derrida," dilaksanakan melalui salah satu platform media digital yaitu Google Meet, tepatnya pada hari Kamis (30/6/2022).
Diskusi eLSiS merupakan agenda rutin bulanan dari Departemen Pilar (Pendidikan dan Penalaran) HMJ Sosiologi UIN Walisongo Semarang. Diskusi ini mengundang narasumber-narasumber terbaik yang tentunya sangat berkompeten dalam bidangnya yang membahas seputar perkara sosial sebagai wadah dalam membentuk dan mengasah penalaran kritis individu. Pada kamis lalu, acara yang diadakan oleh HMJ Sosiologi ini dihadiri oleh narasumber yang sangat berkompeten yaitu Bapak Dosen Dr. Gunawan, M.Hum (Dosen Universitas Negeri Semarang) dengan dipandu oleh moderator yang sangat aktif yaitu Sya Sya Nur Assa (Anggota Departemen SOSMA HMJ Sosiologi 2022).
Jacques Derrida merupakan seorang filsuf kontemporer Perancis. Pemikirannya yang terkenal dalam filsafat postmodern yaitu "Dekonstruksi". Dekonstruksi sendiri memiliki makna sebagai sebuah strategi yang digunakan untuk mengguncang kategori dan asumsi dasar dimana pemikiran dibangun dengan cara membongkar sekaligus menyusun kembali, namun dengan cara yang berbeda. Dekonstruksi bukanlah sebuah metode melainkan peristiwa dalam penafsiran, sehingga dekonstruksi ini bersifat unik karena tidak dapat diulang dan selalu berbeda. Dalam pemahaman Jacques Derrida, dekonstruksi merupakan kontaminasi dari oposisi biner. Namun, oposisi biner dalam pendapat Derrida ini digunakan tidak untuk mencari makna melainkan untuk menciptakan makna. Sehingga, dalam pemikiran Derrida, oposisi biner akan memunculkan pluralitas dari sebuah makna.
Antusiasme peserta Diskusi elSiS yang hadir pada bulan Juni ini terlihat dari banyaknya pertanyaan yang bermunculan dalam sesi tanya jawab. Diantaranya yaitu pertanyaan dari salah satu Mahasiswa UIN Walisongo Semarang, Kurniawan.
Kurniawan bertanya, "Kapan dan bagaimana kita melihat sesuatu melalui dekonstruksi sedangkan kita sekarang masih berada di budaya yang modern?"
"Perlu adanya pembedaan antara modern sebagai kronologi zaman dengan modern atau postmodern sebagai cara berpikir. Modern sebagai zaman terlihat ketika kehidupan menjadi seperti saat ini. Tetapi, modern di dalam berpikir sebagai sebuah filsafat modern dan zaman modern itu berbeda. Ini perlu diperhatikan dan berhati-hati dalam mengkategorikannya, ketika kapan dan bagaimana kita melihat sesuatu melalui dekonstruksi. Hidup kita modern lebih pada pemikiran kita tentang zaman, dimana saat ini manusia hidup pada zaman yang maju (modern). Sementara pemikiran modern, berbeda dengan zaman modern. Pemikiran modern adalah ketika pengetahuan menjadi yang paling utama, berfokus pada ilimiah dan empiris karena modern lahir dari pramodern atau masa aufklarung yang menetang cara berpikir yang tidak ilmiah dan didasarkan pada agama (pengetahuan hanya ada pada gereja). Sedangkan cara berpikir postmodern adalah mempertanyakan kembali doktrin-doktrin dan nilai-nilai yang telah diyakini kebenarannya oleh perspektif modern tersebut. Sedangkan jika bertanya mengenai kapannya, sebenarnya kapan pun ketika kita mau mendekonstruksi, dimana kita mau mempertanyakan dari berbagai kebakuan yang ada artinya kita sudah melakukan dekonstruksi tersebut," jawab Bapak Gunawan (30/6/2022).
Penulis : FAK, HNS.
Komentar
Posting Komentar