Tradisi Nyekar Dan Tradisi Haul Akbar Untuk Memperingati Meninggalnya Tokoh Masyarakat (Kajian Teori Klasik Emile Durkheim)
Tradisi Nyekar Dan
Tradisi Haul Akbar Untuk Memperingati Meninggalnya Tokoh Masyarakat (Kajian Teori Klasik Emile Durkheim)
Tatang Maimun Najib
Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial
dan Politik (FISIP)
Universitas Islam Negeri
Walisongo, Semarang-Indonesia
Pendahuluan
Kebudayaan merupakan sebuah
hasil cipta manusia
yang dilakukan secara
turun temurun dan di jalankan
secara terus menerus
oleh suatu masyarakat. Dimana kebudayaan
sendiri di jalankan secara komplek oleh suatu masyarakat atau individu, yang meliputi sebuah, keyakinan,
nilai-nilai, pengetahuan, hukum, moral dan adat istiadat dalam suatu masyarakat (Joko, 1991). Tradisi dan budaya
jawa yang ada di Indonesia tidak
hanya memberikan warna dalam kehidupan masyarakat, melainkan juga berpengaruh dalam keyakinan dan praktek-praktek keagaman
yang mereka jalankan. Masyarakat Jawa memiliki tradisi
dan budaya yang sangat beragam dan banyak
dipengaruhi oleh ajaran dan kepercayaan Hindu dan Budha yang mana hal tersebut terus bertahan hingga sekarang. Masyarakat Jawa pada umumnya
yang berada di daerah pedesaan memiliki beragam
tradisi adat istiadat seperti tradisi nyekar
serta tradisi perayaan haul akbar untuk tokoh masyarakat yang
sudah meninggal. Dimana hal tersebut
merupakan sebuah tradisi
budaya yang ada di setiap
daerah, dan memiliki
cirinya masing-masing. Dalam kegiatan nyekar ada daerah yang menggunakan sesaji dan ada yang hanya menggunakan bunga, sedangkan
untuk acara haul ada
daerah yang merayakannya dengan besar-besaran yang biasanya di adakan sebuah pengajian akbar
yang di adakan beberapa
hari dan ada juga yang hanya merayakan dengan cara hajatan
yang hanya di ikuti oleh masyarakat daerah sekitar. Semua
kegiatan tersebut di lakukan
oleh masyarakat sebagai
wujud hubungan-hubungan, yaitu hubungan masyarakat dengan Tuhan, masyarakat dengan sesama anggota masyarakat, serta masyarakat dengan lingkungan disekitarnya yang masih di ikat dengan simbol-simbol dan tradisi
tertentu (Nyoman, 1992).
Perayaan acara haul dan tradisi nyekar dalam
masyarakat jawa memiliki nilai budaya
dan nilai religiusitas. Karena di dalamnya terdapat unsur budaya lokal dan unsur keagamaan. Selain megandung unsur
keagamaan kedua acara tersebut juga mengandung
unsur gotong royong, rasa kebersamaan dalam setiap diri masyarakat, serta nilai-nilai dalam masyarakat yang berbasis kearifan lokal. Haul
merupakan sebuah acara yang dilakukan
oleh masyarakat Jawa sebagai manifestasi untuk memperingati meninggalnya tokoh penting dalam suatu daerah yang mana hal tersebut merupakan sebagai
rasa penghormatan kepada tokoh
tersebut. Sedangkan tradisi
nyekar merupakan sebuah kagiatan
ziarah kubur yang di tujukan kepada
tokoh penting seperi para ulama’, kerabat keluarga, atau tokoh masyarakat
yang dilakukan oleh suatu masyarakat (Anam, 2017).
Kebudayaan adalah hasil dari sebuah pemikiran
manusia yang di wujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dimana wujud dari kebudayaan itu sendiri tidak terlepas dari unsur ruang dan waktu sebagai pembentuk
kebudayaan tersebut (Koentjaraningrat, 1983). Dalam artikel
ini akan di bahas
mengenai tradisi nyekar dan
perayaan haul akbar yang di
lakukan oleh masyarakat Desa Mayahan, Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan dengan menggukan kajian teori
klasik Emile Durkheim.
Dalam pemikirin Emile Durkheim terhadap agama
yang di ambil dari hasil pengamatannya
terhadap suku Aborigin di Australia. Dia mengatakan bahwa agama dapat meningkatkan loyalitas
kelompok masyarakat. hal tersebut tercipta
secara kolektif dari aktivitas
ritual yang mereka lakukan, dimana dalam hal ini agama dapat mengendalikan perilaku menyimpang pada suatau masyarakat dan agama dapat meningkatkan
harmoni dalam masyarakat dan solidaritas sosial yang mereka lakukan (Dr. Sindung Haryanto, 2015). Jika kita pahami megenai pemikiran Emile
Durkheim tersebut, bahwa tradisi
nyekar dan tradisi acara
haul akbar merupakan sebuah
kegiatan yang dapat mengikat
solidaritas serta rasa kebersamaan dalam masyarakat. yang dicirikan dengan rukun, tanpa pamrih, suka
tolong menolong. Dimana hal tersebut sealur dengan teori yang di paparkan
oleh Emile Durkheim.
Tradisi Nyekar
Ziarah dalam masyarakat Jawa merupakan sebuah
tradisi bagian dari ritual keagamaan yang telah menjadi
budaya sosial. Budaya
merupakan proses ciptaan,
rasa karsa dari manusia yang di ciptakan
untuk menghadapai tantangan
hidup dari lingkungan alam. Tradisi yang di ciptakan
oleh masyarakat di pengaruhi oleh ajaran agama. Tradisi
nyekar merupakan sebuah tradisi
upacara keagamaan yang sangat penting bagi
masyarakat jawa. Tadisi nyekar biasanya
di lakukan oleh masyarakat Jawa
menjelang hari raya, puasa, atau terkait dengan ritual siklus dalam keluarga. Menjelang bulan Ramadhan akan banyak
masyarakat melaksanakan tradisi nyekar, kegiatan keagamaan tahunan yang akan
diwujudkan oleh sekelompok orang dengan ziarah ke makam leluhur
menjelang bulan Ramadhan
atau hari raya idhul fitri. (Wulandari, 2021). Ustadz
Marzuki selaku tokoh di Desa mayahan
juga berkata demikian.
“Untuk acara nyekar sendiri,
di desa Mayahan biasanya di lakukan pada hari
kamis atau kamis malam jum’at, dan akhir-akhir ini pada hari sebelum
puasa juga banyak terdapat masyarakat
yang melakukan tradisi tersebut, biasanya masyakat membawa bunga untuk di taburkan di makam, yang sebelumnya makamnya telah di bersihkan terlebih dahulu.”
Dalam konteks inilah tradisi tersebut
di anggap penting
dan harus mendapatakan pemeliharaan, karena
hal itu tumbuh dengan murni dalam masyarakat itu sendiri, yang mana biasanya
berhubungan erat dengan sumber daya alam di daerah yang bersangkutan
dan kondisi kehidupan di daerah setempat. Dengan kata lain adapat dikatakan tradisi seperti inilah yang
lebih ramah terhadap lingkungan masyarakat dan
secara langsung atau tidak langsung akan dapat memberi
pengetahuan tentang keadaan
lokal di suatu masyarakat itu (Abdullah, 2016).
Tradisi nyekar pada umumnya
di awali dengan
pemberisihan makam terlebih
dahulu, membersihkan sampai di makam tersebut
terlihat bersih tidak ada lagi daun-daun atau rumput-rumputan. Setelah
selesai memberihkan kemudian
di lanjutkan dengan menghanturkan Do’a yang di tujukan kepada tokoh yang sudah meninggal. Dalam
masalah ini Ustadz Marzuki menanggapi.
“Tujuan dari orang-orang berdo’a kepada orang terdahulu
merupakan sebuah rasa permohonan agar keluarga yang sudah meninggal
senantiasa di beri keselamatan oleh Allah SWT.”
Tradisi nyekar
yang di lakukan oleh masyarakat Desa Mayahan juga dapat berarti sebagai rasa kebersamaan yang di
lakukan oleh masyarakat, karena pada prakteknya masyarakat cenderung melakukan tradisi tersebut secara
bersamaan dengan anggota keluarga lainnya, nilai kesatuan dan persatuan sangat
terlihat dalam tradisi tersebut.
Ketika sebelum pergi ziarah sanak keluarga berkumpul menjadi satu di rumah salah satu kerabat, lalu di
lanjutkan dengan brangkat Bersama ke tempat ziarah.
Penghormatan yang mereka lakukan terhadap para
leluhur adalah alasan yang mereka
berikan atas tradisi nyekar oleh
masyarakat Desa Mayahan, Hal tersebut juga sesuai
dengan apa yang ucapkan Ustadz
Marzuki, jika tradisi
nyekar merupakan tradisi
yang sudah di lakukan sejak dulu, dan di lakukan
untuk menghormati orang terdahulu. Dan Sudah menjadi
tradisi menjelang Ramadan,
sebagian masyarakat Jawa tak terkecuali masyarakat desa Mayahan melaksanakan tradisi nyekar,
hal itu diwujudkan dengan berziarah ke makam leluhur. Prosesi itu menyangkut
membersihkan makam, memanjatkan do’a permohonan ampun untuk leluhur,
dan tabur bunga.
Tradisi Haul Akbar
Untuk Memperingari Tokoh Masyarakat Yang Sudah Meninggal
Agama merupakan sumber
penting bagi setiap masyarakat yang hidup dalam kehidupan sosial. Agama dalam kehidupan memiliki
arti penting yaitu sebagai peranan
dan sumbangan yang berharga untuk diri manusia serta memiliki nilai
sejarah dalam kehidupan masyarakat
yang ada Indonesia. Hampir setiap bahasa yang kita pahami dalam berkehidupan terilhami dan di latar
belakangi dengan nilai-nilai serta gagasan yang berakar
pada agama. Dalam hal ini agama telah memberikan etos spiritual dalam
diri manusia yang berpengaruh besar bagi kehidupan sosial dan budaya
masyarakat Indonesia, dan agama pula
yang menjadi salah satu wadah untuk menangani berbagai masalah yang timbul dalam bentuk interaksi sosial di dalam
masyarakat dan di dalam wadah
pemersatu umat manusia. Agama yang di pandang
manusia pada umumnya memiliki sistem
simbol suci yang menggambarkan keberadaan etos dalam pandangan hidup, yang secara hakiki merupakan
bagian penting dalam eksistensi manusia itu sendiri.
Agama menjadi sesuatu yang eksis dalam kehidupan manusia,
karena manusia mengiterprestasikan kehidupan dan dipedomani oleh agamanya atau atau simbol-
simbol suci yang diyakininya. Agama merupakan pandangan
yang memiliki eksistensi penting dalam kehidupan masyarakat (Lubis, 2015).
Sedangkan tradisi merupakan sebuah acuan norma
yang tidak tertulis dalam kehidupan
masyarakat namun tertanam kuat di dalam masyarakat, serta hal tersebut diwariskan secara
turun temurun oleh masyarakat ke masyarakat yang lainnya. Tradisi
yang muncul dalam kehiduapan masyarajat
dapat sengaja diciptakan ataupun ada dengan
sendirinya. Tradisi yang ada dalam masyarakat akan tetap di anggap eksis apabila memiliki fungsi dan tujuan yang sangat
penting dalam kehidupan masyarakat, hal
tersebut termasuk dengan tradisi acara haul
akbar yang di lakukan oleh masing- masing
daerah untuk memperingati meninggalnya tokoh penting di daerah mereka. Tradisi haul merupakan salah satu tradisi keagamaan masyarakat muslim yang
masih tetap eksis dijalankan hingga saat ini. Seperti halnya yang di lakukan
di desa Mayahan,
karena jalanya aktifitas
keagamaan yang di lakukan untuk memperingati tokoh masyarakat yang sudah meninggal, dan hal itu di lakukan oleh masyarakat desa Mayahan
untuk tokoh di daerahnya yaitu K.H. Hasan Ma’ruf. Ustadz Marzuki selaku tokoh masyarakat desa Mayahan mengatakan jika kegiatan tradisi haul akbar
di Mayahan di adakan pada 17 jumadil akhir.
“Acara haul yang di lakukan disini bisanya di lakukan dua hari,
di hari pertama biasanya di lakukan
Bil Ghaib yaitu kegiatan ngaji 30 juz al-qur’an yang di lakukan di rumah-rumah warga, dan pada malam hari pertama pada pertengahan malam jam
12 masyarakat desa Mayahan melakukan
ziarah kubur sebagai bentuk awal pembukaan acara haul yang
akan di lakukan pada hari kedua. Acara
haul yang biasa dilakukan di desa Mayahan
di lakukan dengan
pembacaan tahlil dan do’a-do’a di makam pada hari kedua,
dan pada malam harinya biasanya
akan ada acara pengajian akbar yang dihadiri
khalayak umum.”
Tradisi acara haul akbar yang dilakukan di desa Mayahan
merupakan sebuah raa Keikutsertaan masyarakat desa Mayahan
didalam kegiatan-kegiatan sosial
keagamaan yang di lakukan di lingkungan masyarakat. Dimana mereka merasakan
dengan langsung sedang berhubungan Allah
SWT (hablum minallah) maupun hubungan mereka dengan
sesama manusia (hablum
minanas). Dimana kegiatan
tersebut menjadi bukti keimanan mereka
terhadap agamanya. Dengan pengertian lain,
kehidupan sosial keagamaan yang di lakukan masyarakat di
desa Mayahan merupakan sebuah wujud pengalaman
dari ajaran agama yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang telah di ajarkan.
Teori Klasik Emile Durkheim
Emile Durkheim merupakan salah satu tokoh
sosiologi. Dia di lahirkan Epinal Prancis
pada tahun 1858 dan meninggal pada tahun 1917 di Paris. Pandangan awal Durkheim tentang agama dapat di lihat dari
hasil pengamatan yang dia lakukan pada masyarakat Aborigin
Australia. Dimana dalam hasil pengamatannya Durkheim memiliki
pandangan bahwa agama miliki fungsi penting dalam hal menginteraksikan masyarakat dalam tatanan moral. Menurut Durkheim
masyarakat di bangun atas entitas dan realitas moral. Ritual-ritual
yang di lakukan dalam kehidupan masyarakat dapat
meningkatkan loyalitas dan solidaritas dalam masyarakat. Selain itu, dalam menjalankan kehidupan sosial, agama dapat
mengendalikan perilaku menyimpang dan agama memiliki
kemanfaatan yaitu meningkatkan rasa sosial dan loyalitas dalam kehidupan
sosial (Dr. Sindung Haryanto, 2015).
Emile Durkheim dalam Bukunya yang berjudul
Elementary Forms, menjelaskan tentang agama. Dimana agama memiliki peran sangat
penting dalam kehidupan
sosial, agama dalam
kehidupan sosial memiliki peran esensial dalam menyatukan kehidupan masyarakat. Agama bagi Durkheim
merupakan sebuah hal yang esensial bagi pada
siapa saja yang menganutnya. Agama merupakan hasil dari ekspresi
masyarakat itu sendiri dan tidak ada
masyarakat yang tidak memiliki agama (Dr. Sindung Haryanto, 2015). Agama merupakan sebuah ekspresi
kesadaran kolektif dalam diri manusia, yang menggambarkan seluruh kesadaran manusia yang kemudian menciptakan sebuah realitas yang dimiliki dalam
diri mereka.
Tradisi
Nyekar dan Haul Akbar Dalam
Kajian Teori Klasik
Emile Durkheim
Agama merupakan sumber
penting bagi setiap masyarakat yang hidup dalam kehidupan sosial termasuk
di Indonesia. Agama memiliki
arti penting dalam kehidupan
manusia seperti peranan dan sumbangannya yang berharga dan memiliki nilai rsejarah dalam kehidupan masyarakat yang ada Indonesia. Tradisi nyekar yang di lakukan
oleh masyarakat desa Mayahan merupakan sebah rasa kebersamaan yang di lakukan oleh masyarakat, karena pada
prakteknya masyarakat cenderung melakukan tradisi tersebut
secara bersamaan dengan
anggota keluarga lainnya, nilai kesatuan dan persatuan sangat terlihat dalam tradisi
tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan teori klasik Emile Durkheim yang menyatakan bahwa agama memiliki peran
sangat penting dalam
kehidupan sosial, agama dalam kehidupan
sosial memiliki peran esensial dalam
menyatukan kehidupan masyarakat. Agama bagi Durkheim merupakan sebuah
hal yang esensial bagi pada siapa saja yang menganutnya.
Selain hal tersebut
Ustadz Marzuki juga mengatakan, jika tradisi nyekar merupakan tradisi yang sudah di lakukan
sejak dulu, yang di lakukan
untuk menghormati orang
terdahulu. Dan Sudah menjadi tradisi yang
dilakukan menjelang Ramadhan, sebagian besar masyarakat Jawa
tak terkecuali masyarakat desa Mayahan melaksanakan
tradisi nyekar, hal itu diwujudkan
dengan berziarah ke makam leluhur. Prosesi
yang dilakukan menyangkut membersihkan makam, memanjatkan do’a dan tahlil sebagai bentuk permohonan ampun,
dan menaburkan bunga. Jika kita pahami menggunakan teori klasik Emile Durkheim Agama merupakan
sebuah hal yang esensial
bagi pada siapa
saja yang menganutnya. Jika kita pahami
apa yang di lakukan oleh masyarakat desa Mayahan merupakan
sebuah kegiatan esensial atas apa yang mereka lakukan
sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur kepada para pendahulunya.
Sedangkan tradisi acara haul akbar
yang di lakukan oleh masyarakat desa Mayahan, jika
kita pahami dengan kajian teori klasik Emile Durkheim merupakan sebuah kegiatan yang dapat menaikkan
tingkat solidaritas dan loyalitas masyarakat,
dan hal itu membuktikan jika pandangan Durkheim
tentang Ritual-ritual yang di
lakukan dalam kehidupan masyarakat dapat meningkatkan loyalitas dan solidaritas dalam masyarakat benar. Serta dalam
menjalankan kehidupan sosial, agama dapat mengendalikan perilaku
menyimpangan dan agama memiliki kemanfaatan yaitu meningkatkan rasa sosial dan loyalitas
dalam kehidupan sosial.
Kesimpulan
Tradisi-tradisi yang di lakukan oleh masyarakat desa Mayahan
merupakan sebuah makna simbolik. Dilihat
dari sisi kegiatan
yang dilakukan pelaksanaan kegiatan tersebut bukan hanya untuk untuk beribadah kepada Allah
SWT sebagai tuhan yang maha Esa.
Namun juga sebagai perantara masyarakat satu dengan yang lain untuk saling berinteraksi untuk menciptakan rasa keharmonisan dalam
lingkungan masyarakat desa Mayahan.
Tradisi nyekar dan haul akbar yang di lakukan di desa Mayahan sangat berpengaruh dalam kehidupan
sosial masyarakat, antara lain untuk meningkatkan
solidaritas dalam masyarakat, serta menjaga silaturahmi antar sesama umat muslim.
Sumber:
- Abdullah, y. d. (2016). Relasi Islam dan Budaya Lokal Studi Tentang Tradisi Nyandran di Desa Sumogawe Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Kontemplasi, volume 02, No 01, 53-60.
- Anam, C. (2017). Tradisi Sambatan Dan Nyandran Di Dusun Suruhan. Sabda Volume 12, No 1, 77-82.
- Dr. Sindung Haryanto, M. (2015). Sosiologi Agama Dari Klasik Hingga Postmodern. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.
- Joko, T. P. (1991). Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
- Koentjaraningrat. (1983). Manusia dan Kebudayaan Indonesia. Jakarta: Djambatan. Lubis, R. (2015). Sosiologi Agama. Jakarta: Prenada Media.
- Nyoman, B. (1992). Desa : Masyarakat Desa dan Pembangunan Desa. Jakarta: Ghalia Indonesia.
- Wulandari, A. R. (2021). Tradisi Nyekar Di Magetan Perspektif Islam. Inovatif Volume 7, No 1, 64-74.
Komentar
Posting Komentar