Diskusi eLSiS secara Daring oleh HMJ Sosiologi FISIP (Dampak Pandemi terhadap Efektifitas Pendidikan Jarak Jauh dalam Meningkatkan Akademik)
![]() |
Proses Diskusi eLSiS secara Daring |
Diskusi eLSiS (Lingkar Studi Ilmu Sosial)
pada Sabtu, 26 September 2020 kali ini merupakan diskusi yang ke-4 di
kepengurusan HMJ Sosiologi 2020. Dengan judul “Dampak Pandemi terhadap
Efektifitas Pendidikan Jarak Jauh dalam Meningkatkan Akademik” diskusi ini di
moderatori oleh Novi Littananda Diana, wakil ketua HMJ, dan Ririh Megah
Safitri, M.A selaku dosen FISIP UIN Walisongo Semarang. Diskusi ini
dilaksanakan melalui video konferensi dengan Zoom Meeting yang disambungkan
juga ke Live Streaming Youtube dimulai pukul 15.30 WIB.
Dalam pembukaannya, Bu
Ririh memaparkan bahwa pandemi ini masih menjadi isu yang “seksi” karena masih
menjadi perbincangan banyak orang. Tentunya bagi para sosiolog harus
lebih peka terhadap pandemi ini dengan cara mematuhi dan
mengajak orang untuk mematuhi regulasi yang dibuat oleh pemberintah, seperti
perpanjangan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) di Jakarta dan PKM di
Semarang.
Lalu, Bu Ririh
mengatakan, perubahan yang terjadi terkait dengan adanya pandemi ini bisa
dikatan sebagai culture shock, yaitu goncangan nilai dan norma yang
berbeda dalam konteks sosiokultural, karena masyarakat juga melakukan tatanan
kehidupan yang baru. Fase culture shock dalam mengahadapi
pandemi ini bisa dibayangkan dengan lambang huruf “U” dimulai dari sisi kiri
atas. Sisi tersebut merupakan fase pertama sebagai fase optimistik, ketika
masyarakat merasakan euforia, yang masih penuh pengharapan terhadap
antisipasi budaya baru. Kemudian ke sisi kiri hampir ke bawah, merupakan fase
kedua yaitu fase krisis yang mana saat ini kita sedang rasakan, seperti
kondisi hopeless, bosan, kecewa, dan tidak sesuai harapan.
Selanjutnya, sisi kanan di bawah merupakan fase recovery, di mana
masyarakat mulai mengerti, mengenal budaya baru, memprediksi, dan memproyeksi
seperti apa kedepannya. Kemudian sisi kanan atas itu fase keempat
merupakan fase penyesuaian, ketika kita sudah mulai terbiasa dengan kondisi
yang terjadi.
Dalam penyesuaian
terhadap pandemi ini, institusi pendidikan telah menyediakan platform dan
aplikasi untuk menunjang akademik, seperti Google Classroom,
Schoology, di UIN Walisongo sendiri menyediakan platform e-Learning, dan
masih banyak lainnya. Untuk efektifitasnya, itu kembali kepada bagaimana
individu menyikapi dan beradaptasi terhadap perubahan ini.
Kemudian, dari peserta,
Erlangga Nabil menyatakan bahwa adanya kendala dalam pelaksanaan kuliah online,
yaitu kurang dalam pemahaman materi, entah itu karena ini merupakan pertama
kalinya atau mungkin belum terbiasa. Selanjutnya, juga dari peserta, Dery
Mukarram bertanya mengenai indikator keberhasilan mahasiswa dalam kuliah online.
Sebetulnya tidak ada perubahan, jadi secara signifikan masih tetap sama dalam
indikator keberhasilan, hanya medianya saja yang berubah menjadi online,
jawab Bu Ririh.
Di dalam penutupan Bu
Ririh mengatakan bahwa dalam mengahadapi pandemi terhadap pendidikan ini ada
sisi baiknya, yaitu kita bisa jadikan sebagai momentum untuk meningkatkan
keterampilan menyesuaikan diri terhadap adanya perubahan dan momentum juga
untuk meningkatkan skill terhadap persoalan media dan
digitalisasi. Di akhir diskusi, Bu Ririh berpesan ‘’jangan mengaku
millenial, jika tidak bisa menyesuaikan diri terhadap perubahan 4.0 ini’’.
Penulis : Aisyah Mumtaz
Yusriyah
Komentar
Posting Komentar