Determinan Pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19 dengan Perspektif Jurgen Habermas

 

Determinan Pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19 dengan Perspektif Jurgen Habermas

 

Hanif Dwi Kurniawan

Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang-Indonesia

 

Gambar 1.0: Sumber (timlo.net)

 

 

Pendahuluan

Protokol kesehatan merupakan pembahasan yang tengah ramai diperdebatkan oleh masyarakat global termasuk Indonesia. Masuknya Covid-19 ke Indonesia pada awal maret 2020 menyebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan tatanan masyarakat, dalam hal ini menyangkut aktivitas keseharian masyarakat. Perubahan aktivitas tersebut bersamaan dengan berlakunya Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/382. Keputusan tersebut berisi tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat di Tempat dan Fasilitas Umum dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) (Satgas Penanganan COVID-19, 2020).

Kapolri Jenderal Idham Azis dikabarkan mengeluarkan surat telegram yang berisi tentang penegakan protokol kesehatan Covid-19. Surat telegram bernomor ST/3220/XI/KES.7/2020 tersebut ditandatangani oleh Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo pada tanggal 16 November 2020. Salah satu isi surat telegram tersebut ialah perintah kepada jajaran kepolisian untuk menegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap para pelanggar protokol kesehatan, yang mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat (Halim, 2020).

Banyaknya pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 di Indonesia dapat dilihat dari jumlah denda yang terkumpul. Berdasarkan laporan Liputan6.com pada 6 Oktober 2020 bahwa Karo Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Awi Setiyono, memberitahukan bahwa pihaknya telah mencatat jumlah sanksi administrasi pelanggar protokol kesehatan pencegahan penyebaran Covid-19 sebanyak 43 ribu kali senilai Rp 2,6 miliar. Jumlah tersebut merupakan akumulasi penegakan aturan protokol kesehatan Covid-19 di seluruh Indonesia melalui giat Operasi Yustisi 2020. Tak hanya itu, petugas juga menemukan sejumlah pelaku usaha yang melakukan pelanggaran disiplin protokol kesehatan Covid-19, sehingga dilakukan penertiban hingga penutupan sementara (Putra, 2020).

Pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 banyak menuai kritik oleh berbagai pihak di masyarakat. Kritikan tersebut muncul karena rasa kecewa kepada para pelanggar protokol kesehatan yang terus bertambah. Menurut sumber (BBC News, 2020) sejumlah pakar epidemologi di Indonesia khawatir dengan longgarnya penerapan protokol kesehatan serta lemahnya pengawasan terhadap lokasi-lokasi tertentu yang menimbulkan kerumunan akan menyebabkan jumlah kasus positif Covid-19 melonjak tinggi dan imbasnya puncak Covid-19 di Indonesia semakin sulit diprediksi.

Salah satu kritik dari lapisan masyarakat yaitu berasal dari Ketua Forum Komunikasi Driver Online Indonesia, Rahman. Kritik tersebut disampaikannya saat konferensi pers di Jalan Guntur Nomor 49, Jakarta Selatan, pada 8 April 2020. Rahman berbicara dengan lantang menyuarakan keluhan komunitasnya. Ia bertanya dengan tegas kepada pemerintah pusat beserta jajarannya, para politisi partai, petinggi partai beserta jajarannya, “Kemanakah hati nurani kalian? Saya dan yang lainnya merupakan bagian dari bangsa Indonesia merasa menderita atas dampak wabah Covid-19. Ingat, lapar dapat membuat orang menjadi beringas. Lapar dapat mematikan pikiran dan membutakan hati. Kalian tidak punya hati, empati, perhatian. Maka, jangan salahkan kami jika tidak punya akal sehat dan tidak punya nurani” (CNN Indonesia, 2020).

Kritikan masyarakat terhadap pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 cenderung bersifat subjektif, yaitu hanya berasal dari pendapat pribadi. Ada yang mengkritik bahwa terjadinya pelanggaran protokol kesehatan karena kurangnya kesadaran masyarakat, ada juga yang mengkritik bahwa pemerintah kurang tegas dalam menerapkan aturan, serta masih banyak kritikan lainnya. Oleh karena itu, artikel ini akan membahas faktor-faktor terjadinya pelanggaran protokol kesehatan dengan perspektif Jurgen Habermas, yaitu menekankan pentingnya komunikasi publik dalam mengkritik suatu permasalahan.

Dalam mengkritik pun kita harus berhati-hati. Kritikan yang dianggap menghina presiden dan pejabat lainnya akan dikenakan sanksi yang diatur dalam pasal-pasal UU ITE dan KUHP. Namun menurut Direktur Eksekutif Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR), Erasmus A. T. Napitupulu, ia menilai bahwa polisi memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk membungkam kebebasan berpendapat. Bahkan menurutnya, pandemi Covid-19 dijadikan sebagai momen untuk membungkam kebebasan berpendapat warga negara secara eksesif melalui penjeratan pasal-pasal UU ITE dan KUHP oleh aparat penegak hukum (Halim, 2020).

Tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat fenomena pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang pemerintah selaku pembuat kebijakan, polisi dan satgas selaku penegak kebijakan, masyarakat selaku objek kebijakan, dan ketiganya selaku pengkritik kebijakan. Dengan melihat dari ketiga arah tersebut, harapannya akan didapatkan pandangan yang objektif mengenai fenomena pelanggaran protokol kesehatan.

Hasil penelitian (Wiranti, Sriatmi, dan Kusumastuti 2020) tahun 2020 menemukan bahwa kepatuhan masyarakat dalam menerapkan PSBB semakin meningkat pada responden perempuan dengan tingkat pendidikan lebih tinggi, pengetahuan baik, dan sikap yang mendukung terhadap kebijakan PSBB. Penelitian tersebut memberikan keterangan bahwa terdapat faktor jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan, dan sikap dalam kepatuhan penerapan protokol kesehatan. Didukung oleh penelitian (Utami, Mose, dan Martini) tahun 2020, bahwa tindakan protokol kesehatan yang ditetapkan oleh WHO dan Kementerian Kesehatan RI tidak akan berjalan sebelum masyarakat dibekali dengan pengetahuan, sikap dan keterampilan yang baik dalam pelaksanaannya. Diperlukan adanya sosialisasi dan upaya-upaya promosi kesehatan yang gencar sehingga terdapat perubahan pada kognitif, afektif dan psikomotor masyarakat dalam pencegahan Covid-19.

Jurgen Habermas adalah seorang pewaris dan pembaharu teori kritis. Meskipun ia sudah tidak termasuk dalam Mazhab Frankfurt, arah penelitian Habermas justru membuat subur gaya pemikiran “Frankfurt” itu bagi filsafat dan ilmu-ilmu sosial pada umumnya (Sudrajat, 2014). Ciri khas dari pemikiran Habermas adalah dirinya selalu memiliki kaitan dengan kritik terhadap hubungan-hubungan sosial yang realistis. Habermas percaya bahwa pengetahuan yang benar tentang realitas itu harus dicapai melalui dialog. Masyarakat modern saat ini pun sangat plural dan terdiferensiasi, sehingga orang-orang tidak bisa mengklaim kebenaran berdasarkan subjektifnya sendiri. Yang seharusnya terjadi yaitu komunikasi intersubjektif agar kebenaran objektif bisa tercapai. Orang bisa bebas bersuara mengajukan logika dan pendapatnya. Kebebasan tersebutlah yang menjadi landasan penting bagi proyek Habermas, yaitu cara untuk mewujudkan tindakan komunikatif (Abrori, 2016).

Teori tindakan komunikatif Habermas memiliki gagasan utama, yaitu bahwa komunikasi membuka jalan untuk saling memahami antaraktor sehingga tercapainya konsensus atau kesepakatan bersama. Jalan untuk mencapai konsensus tersebut yaitu dengan cara para aktor mau berdialog. Para aktor bisa saling mengajukan gagasan yang menurutnya benar (Habermas mengistilahkan dengan klaim kebenaran) dengan argumentasi, maupun bukti-bukti. Untuk itu, mereka harus terbuka untuk dikritik dan harus bisa menerima kebenaran yang berasal dari lawan bicara. Maka, klaim-klaim kebenaran subjektif dari masing-masing aktor akan mencapai titik temu dan melahirkan kebenaran inter-subjektif, yaitu kesepakatan, konsensus atau kesepahaman bersama. Namun, untuk mencapai konsensus tentang klaim kebenaran tersebut terdapat 4 syarat yang harus dipenuhi, yaitu bahwa kebenaran itu harus dapat dipahami, bersifat objektif, sesuai dengan norma setempat, dan berasal dari pengalaman dan kejujuran si aktor (Abrori, 2016).

Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini yaitu studi literatur. Data yang dikumpulkan berasal dari jurnal/artikel dan berita digital mengenai segala hal yang menyangkut dengan protokol kesehatan Covid-19 dan teori kritis Jurgen Habermas. Penelitian ini akan mencari berbagai macam kritikan tentang pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 dari berbagai macam sudut pandang.

 

Kebijakan Pemerintah dalam Menangani Covid-19

Pemerintah telah berupaya mencegah dan menangani terjadinya penyebaran serta penularan virus Corona ke dalam masyarakat dengan membuat serangkain kebijakan. Kebijakan tersebut ada yang bentuknya tertulis maupun tidak tertulis. Bentuk dari kebijakan tertulis misalnya seperti Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (PERPRES), Peraturan Menteri (PERMEN), Peraturan Daerah (PERDA), Peraturan Bupati (PERBUP), Peraturan Walikota (PERWALI), dan lain-lain termasuk di dalamnya adalah Surat Keputusan (SK), dan Surat yang berasal dari pemerintah. Sedangkan bentuk dari kebijakan yang tidak tertulis adalah ajakan tidak tertulis yang berasal dari pemerintah, tokoh masyarakat, tokoh adat, tokoh budaya, tokoh agama, yang berisi larangan dan himbauan terkait dengan pencegahan dan penanganan Covid-19 (Tuwu, 2020).

Salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yaitu kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Kebijakan ini dimuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019. Kebijakan ini dibentuk untuk mengurangi peningkatan dan penyebaran Covid-19 di wilayah tertentu. Menurut peraturan tersebut, pelaksanaan PSBB mengatur beberapa aktivitas masyarakat seperti beralihnya pelaksanaan sekolah dan kerja menjadi via daring, pembatasan moda transportasi, penundaan kegiatan sosial dan budaya, pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum, dan pembatasan kegiatan keagamaan serta pembatasan kegiatan lainnya (Wiranti, Sriatmi, dan Kusumastuti, 2020).

Pandemi yang telah berlangsung hampir setahun ini memberikan banyak dampak dalam berbagai bidang. KOMPAS.com melaporkan bahwa pembatasan aktivitas masyarakat berpengaruh pada aktivitas bisnis yang kemudian berimbas pada perekonomian. Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) pada bulan Agustus menyebut bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik juga melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya tumbuh sebesar 2,97 persen pada kuartal I 2020. Angka tersebut turun jauh dari pertumbuhan sebesar 5,02 persen pada periode yang sama 2019 lalu (Rizal, 2020).

Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya terbaik dalam mengurangi dampak dari pandemi corona ini, segala upaya telah dilakukan termasuk kebijakan PSBB yang membatasi aktivitas masyarakat. Namun, kebijakan tersebut tentu sangat bertentangan dengan kebiasaan masyarakat saat sebelum adanya pandemi Covid-19 (Tuwu, 2020). Ditambah, sepertinya kebijakan tersebut tidak bisa terus dilakukan, karena mengingat roda perekonomian harus tetap berjalan dan masyarakat harus memenuhi kebutuhan hidupnya dengan mencari nafkah, Begitu juga dengan pemerintah yang tidak bisa selamanya memberikan bantuan sosial kepada masyarakat yang terdampak pandemi ini. Tak bisa disangkal bahwa negara memperoleh pemasukan kas terbesar dari pajak. Namun, di situasi saat ini bagaimana caranya masyarakat, perusahaan, dan toko-toko membayar pajak sedangkan mereka tidak bisa menjalankan aktivitas. Tentunya pemerintah juga tidak bisa mengurusi rakyatnya jika tidak ada pemasukan kas negara. Kondisi ini merupakan dilema yang harus dihadapi oleh pemerintah saat ini (Pratama, 2020).

Pemerintah pun mengeluarkan kebijakan baru yang disebut new normal. New normal merupakan istilah yang biasa digunakan ketika memasuki kondisi dan kebiasaan baru setelah lepas atau bahkan tidak bisa lepas dari suatu wabah. Disebut juga sebagai kondisi dimana kita harus bisa beradaptasi dengan kebiasaan dan perilaku baru dalam membatasi diri untuk mencegah dari terjangkitnya virus. Isi dari kebijakan ini yaitu membuka kembali aktifitas ekonomi sosial dan kegiatan publik secara terbatas dengan menggunakan standar kesehatan yang sebelumnya tidak ada sebelum pandemi. Namun kebijakan memerlukan sinergitas antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk tetap memastikan pelayanan kesehatan masyarakat, tersedianya sarana dan prasarana perawatan, peralatan medis, dan melindungi mereka yang rentan melalui penyiapan jaringan pengamanan sosial yang tepat sasaran dan perlindungan sosial (Pratama, 2020).

Selain itu, untuk pemerintah juga melaksanakan program Jaring Pengaman Sosial untuk penanganan dampak Covid-19 dengan menyiapkan anggaran 110 Triliun rupiah. Program tersebutterdiri dari Program Keluarga Harapan (PKH), program sembako, kartu prakerja, subsidi listrik, insentif perumahan, sembako Jabodetabek, bansos tunai non-Jabodetabek, dan Program Jaring Pengaman Sosial lainnya. Sayangnya, pengelolaan data yang buruk selama bertahun-tahun membuat program yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo menjadi compang-camping di lapangan. Fakta di lapangan telah mengamini bahwa buruknya data pemerintah telah menyebabkan kegaduhan di kalangan masyarakat, tidak hanya terjadi di tingkat pusat tetapi juga ditingkat daerah. Berdasarkan laporan Koran TEMPO tahun 2020, bahwa Program Jaring Pengaman Sosial yang ditujukan untuk mengurangi dampak Covid-19 acak-acakan, tumpang tindih, dan salah sasaran akibat data amburadul (Tuwu, 2020).


Ketegasan Aparat Keamanan dalam Menegakkan Peraturan

Sumber berita (CNN Indonesia, 2020) melaporkan bahwa Presiden Joko Widodo memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri mengawasi warga agar meningkatkan disiplin dalam penerapan protokol kesehatan di tengah pandemi virus corona. Perintah presiden tersebut tertuang dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020 tentang Peningkatan Disiplin dan Penegakan Hukum Protokol Kesehatan dalam Pencegahan dan Pengendalian Covid-19. Juru Bicara Presiden Bidang Sosial Angkie Yudistia mengatakan selain memerintahkan Panglima TNI dan Kapolri, presiden juga menginstruksikan sejumlah menteri dan kepala lembaga lainnya, maupun kepala daerah untuk turut mengawasi penerapan protokol kesehatan. Instruksi tersebut sudah ditekankan Presiden Jokowi pada 4 Agustus 2020. Tak hanya itu, instruksi tersebut juga mengatur terkait sanksi bagi para pelanggar protokol kesehatan, Angkie mengatakan dalam Inpres tersebut, bahwa presiden memberikan instruksi agar kepala daerah menyusun petunjuk pelaksanaan dalam bentuk peraturan gubernur/bupati/wali kota. Namun, peraturan yang dibuat kepala daerah tetap harus memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan memperhatikan dengan betul bahwa pengawasan dilakukan dalam koridor penegakan disiplin, penegakan hukum, dan ketertiban masyarakat.

Namun dalam realitas lapangan, penindakan terhadap kerumunan massa yang mengabaikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19 dinilai terhambat oleh inkonsistensi kebijakan pemerintah. Kemauan politik dalam penanganan pandemi pun dipertanyakan. Beberapa waktu terakhir, kerumunan massa mewarnai penanganan pandemi virus Covid-19 di Indonesia. Di antaranya, yaitu acara Maulid Nabi Muhammad dan pernikahan putri pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab serta kegiatan lain yang dihadirinya, hingga pendaftaran bakal calon kepala daerah dan pengambilan nomor urut paslon di Pilkada 2020 (Anugrah, 2020). Kegiatan tersebut menimbulkan kerumunan massa yang tak terhitung jumlahnya. Akibatnya dapat menimbulkan cluster baru penyebaran Covid-19.

Dikutip dari rilis Sekretariat Presiden pada 16 November 2020 dalam rapat terbatas penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, Presiden Joko Widodo menyorot kinerja penegak hukum soal ketegasan bagi pelanggar protokol kesehatan. Jokowi mengingatkan pengorbanan dan perjuangan para tenaga kesehatan yang menangani pandemi Covid-19 di garda terdepan. Menurutnya, jangan sampai perjuangan para dokter, perawat, tenaga medis, dan paramedis selama ini menjadi sia-sia karena pemerintah tidak bertindak tegas, Bahkan sebelum Presiden Jokowi, Menko Polhulkam Mahfud MD juga turut menyampaikan bahwa pemerintah akan memberi sanksi kepada aparat yang tak tegas menegakkan protokol kesehatan. Saat menyampaikan pesan pemerintah ini, Mahfud memberi penekanan kepada aparat keamanan (Alfons, 2020).

Kapolda Metro Jaya Irjen Nana Sudjana dan Kapolda Jawa Barat Irjen Rudy Sufahriadi dicopot dari jabatannya oleh Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz akibat dinilai lalai dalam menegakkan protokol kesehatan. Juru Bicara Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti menilai bahwa pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat harus menjadi pelajaran bagi anggota kepolisian lain dalam melaksanakan protokol kesehatan. Sejak awal pandemi Covid-19, Kapolri telah mengeluarkan Maklumat Kapolri yang menekankan solus popoli suprema lex esto, atau keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi, Oleh karena itu, Poengky menilai, pencopotan kedua Kapolda dilihatnya sebagai sebuah sanksi tegas dari Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis (Halim, 2020).


Masyarakat dan Kritik Terhadap Penanganan Covid-19

Berbagai kritik bermunculan terkait penanganan pandemi Covid-19, mulai dari kritik di media sosial hingga kritik berbentuk meme. Menurut (Widiastuti, Ismail, dan Iswanto 2020) meme dianggap mampu memberikan gambaran terkait sebuah fenomena yang pada umumnya dirangkai melalui suatu gambar yang diikuti dengan deskripsi yang mendukung representasi suatu makna yang hendak disampaikan seorang pembuat meme. Meme juga dianggap unik karena kemampuannya yang dapat mengekspresikan berbagai sudut pandang, contohnya pandangan politik seseorang atau sekelompok masyarakat.

Belakangan ini terdapat beberapa kegiatan atau aktivitas yang menimbulkan banyak kerumunan, salah satunya yaitu penjemputan Pimpinan Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab pada 10 November 2020 lalu. Habib Rizieq pulang ke Indonesia setelah tiga tahun berada di Arab Saudi. Kepulangannya ini disambut antusias oleh para pendukungnya dengan menunggu di Bandara Soekarno Hatta. Akibatnya, kemacetan dan kerumunan menghiasi kepulangan Habib Rizieq. Masyarakat pun meluapkan emosinya dengan melempar kritik kepada pemerintah. Kritikan tersebut mengatakan bahwa pemerintah seperti melakukan standar ganda dan tebang pilih.

Berbagai respons negatif muncul berupa komentar-komentar netizen di akun resmi Presiden Joko Widodo, Gubernur DKI Anies Baswedan, Kepolisian, hingga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Respon tersebut pun bukan tanpa sebab, melainkan karena terdapat lima peristiwa kerumunan yang dilakukan kelompok Rizieq di tengah pandemi Covid[1]19. Kritikan tersebut pecah setelah acara terakhir, yaitu saat pernikahan putri Rizieq, Sharif Najwa Shihab sekaligus menggelar peringatan Maulid Nabi SAW. Karena di rasa protokol kesehatan sulit dilaksanakan, pihak kelurahan memberikan bantuan kepada pihak Rizieq dengan menyediakan sejumlah fasilitas seperti tempat cuci tangan, mobil toilet dan ambulans. Satgas Penanganan Covid-19 pun turun ke lapangan untuk memberi sumbangan masker dan hand sanitizer. Kurang lebih sebanyak 20 ribu masker yang diberikan oleh BNPB, yaitu terdiri dari masker medis dan masker kain (Tribunnewsmaker.com, 2020).

Akibat sikap pemerintah dan Satgas tersebut, netizen pun merasa terjadi ketidakadilan, mereka membandingkan sikap tersebut dengan ketegasan petugas kepada masyarakat yang melanggar protokol kesehatan di hari biasanya, terutama pelanggaran tidak mengenakan masker. Netizen mengungkit sanksi yang diberikan kepada para pelanggar masker yaitu kerja sosial seperti menyapu jalanan dan sanksi lain berupa denda. Bahkan tak jarang terjadi adu mulut antara pelanggar dengan petugas saat razia. Selain itu, masyarakat turut membandingkan tindakan yang dilakuakan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Anies melakukan sidak ke salah satu restoran di kawasan Jakarta Selatan untuk mengawasi penerapan protokol kesehatan. Karena restoran tersebut terbukti tidak menjalankan protokol kesehatan, Anies pun menyuruh anak buahnya untuk menutup sementara restoran tersebut dan mengenakan sanksi denda Rp 50 juta. Tak sedikit pula tempat usaha hingga perkantoran di Jakarta yang ditutup sementara oleh Pemprov DKI karena dianggap melanggar protokol kesehatan. Nampaknya, banyak kalangan yang terkena imbas dari dampak penerapan PSBB di tengah pandemi Covid-19 (Tribunnewsmaker.com, 2020).


Analisis Perspektif Jurgen Habermas

Pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 menuai banyak kritikan oleh berbagai pihak. Semua pihak saling memberikan argumennya terkait apa yang ia rasa benar. Tentu, semua pihak berhak untuk mengeluarkan pendapatnya. Namun, pendapat sepihak dapat dianggap sebagai pendapat yang subjektif, karena hanya melihat dari sudut pandang dirinya saja. Untuk menghasilkan suatu objektivitas, kita memerlukan komunikasi. (Abrori, 2016) menjelaskan bahwa menurut Habermas sifat dasar manusia adalah berkomunikasi. Dengan berkomunikasi orang akan berbagi ide, pengetahuan, dan informasi. Pun dengan komunikasi orang akan membahas solusi untuk masalah-masalahnya. Rumusan ini dikenal dengan teori tindakan komunikatif Habermas yang ditulis dalam bukunya The Theory of Communicative Action. Komunikasi yang dimaksud Habermas yaitu adanya komunikasi publik. Ruang publik berfungsi untuk menyelesaikan masalah bersama dengan diskusi dan debat yang bebas dari tradisi, dogma atau kekuatan tertentu agar tercapai konsensus yang rasional. Definisi tersebut menunjukkan bahwa prasyarat fungsi ruang publik yaitu terdapat masalah bersama, diskusi, dan konsensus.

Untuk menentukan determinan pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 perlu ada komunikasi publik, yaitu pertemuan antara pemerintah, aparat keamanan, Satgas, maupun masyarakat. Dalam forum komunikasi tersebut, masing-masing dari mereka dapat saling mengeluarkan argumennya terkait pelanggaran protokol kesehatan yang selama ini terjadi. Dalam komunikasi tersebut pasti perbedaan sudut pandang dan itu adalah hal yang wajar. Mereka dapat menjelaskan sesuai apa yang mereka lihat dan mereka rasakan selama ini, yaitu pemerintah selaku pembuat kebijakan, aparat keamanan dan Satgas selaku penegak kebijakan, dan masyarakat selaku pelaksana kebijakan. Mereka dapat berdebat dan bertukar pikiran, karena dengan adanya perbedaan pendapat di forum komunikasi, maka akan lebih mudah mencari jalan tengah dibandingkan saling mengkritik tanpa berkomunikasi. Jika tujuan dari komunikasi tersebut sudah tercapai, maka akan terciptalah konsensus yang objektif.


Kesimpulan

Pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 di Indonesia harus dihadapi dengan serius oleh kita semua. Banyak dari kita menganggap bahwa pelanggaran yang terjadi selama ini disebabkan oleh kesalahan satu atau beberapa pihak. Namun ternyata untuk menentukan suatu kesimpulan yang baik diperlukan komunikasi yang baik. Jurgen Habermas berpandangan bahwa jika terjadi masalah yang menyangkut banyak bersama, maka perlu adanya ruang publik sebagai wadah untuk diskusi mencari solusi. Pandangan individu adalah pandangan yang subjektif dengan klaim kebenaran berada pada dirinya sendiri. Pemerintah selaku pembuat kebijakan mengklaim bahwa serangkaian kebijakan yang selama ini diterapkan adalah solusi terbaik yang dapat diberikan. Namun sayangnya, dalam setiap kebijakan pasti ada kritik yang diberikan masyarakat. Masyarakat menilai bahwa kebijakan yang diambil pemerintah dapat merugikan banyak pihak. Masyarakat membandingkan kebijakan yang diterapkan pemerintah Indonesia dengan kebijakan di negara lain yang dianggap lebih baik. Padahal realitasnya setiap negara pasti memiliki keadaan yang berbeda, sehingga kebijakan yang diterapkan pasti akan berbeda. Di sisi lain, pemerintah mengkritik bahwa aparat keamanan dan Satgas belum bisa bertindak tegas dalam menangani pelanggar protokol kesehatan. Padahal realitas di lapangan tidak semudah itu, banyaknya pelanggar protokol kesehatan membuat mereka kewalahan dalam menertibkannya, terutama kerumunan massa yang jumlahnya mencapai ribuan. Perbedaan pandangan adalah suatu hal yang wajar, karena kita mengkritik berdasarkan apa yang kita lihat dan rasakan. Oleh karena itu, jika kita mencari determinan dari pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 maka jawabannya adalah semua pihak memiliki pandangan yang berbeda, maka diperlukanlah komunikasi publik dengan masing-masing perwakilan yang nantinya akan saling berdiskusi, berdebat, bertukar pikiran, dan mencari solusi bersama. Apa yang kita lihat benar belum tentu suatu kebenaran dan apa yang kita lihat salah tidak selalu sebuah kesalahan.

 

Daftar Pustaka

Journal Article:

·       Abrori, Ahmad. 2016. “Refleksi Teori Kritis Jurgen Habermas atas Konsesus Simbolik Perda Syariah.” AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah 16(1):71–88. doi: 10.15408/ajis.v16i1.2897.

·       Sudrajat, Adat. 2014. “Jurgen habermas: teori kritis dengan paradigma komunikasi.” Journal Article 1–7.

·    Tuwu, Darmin. 2020. “Kebijakan Pemerintah Dalam Penanganan Pandemi Covid-19.” Journal Publicuho 3(2):267. doi: 10.35817/jpu.v3i2.12535.

·       Utami, Ressa Andriyani, Ria Efkelin Mose, dan Martini Martini. 2020. “Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Masyarakat dalam Pencegahan COVID-19 di DKI Jakarta.” Jurnal Kesehatan Holistic 4(2):68–77. doi: 10.33377/jkh.v4i2.85.

·       Widiastuti, Anindita, Muhammad Richard Ismail, dan Alya Zahrani Iswanto. 2020. “Analisis Semiotika Meme ‘ Profesi Yang Tidak Dapat Work From Home ’ Selama Pandemi Covid -19.” Jurnal Semiotika 14(1):1–7.

·       Wiranti, Ayun Sriatmi, dan Wulan Kusumastuti. 2020. “Determinan kepatuhan masyarakat Kota Depok terhadap kebijakan pembatasan sosial berskala besar dalam pencegahan COVID-19.” Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia 09(03):117–24.

 

Web Page:

·      Alfons, Matius. 2020. “Jokowi Sorot Ketegasan Aparat: Jangan Sampai Pengorbanan Nakes Sia-sia.” news.detik.com. Diakses pada 4 Desember 2020. (https://news.detik.com/berita/d-5257302/jokowi-sorot-ketegasan-aparat-jangan[1]sampai-pengorbanan-nakes-sia-sia).

·  Anugrah, Yogi. 2020. “Kebijakan Inkonsisten dan Aparat Gamang soal Pelanggar Prokes.” www.cnnindonesia.com. Diakses pada 4 Desember 2020. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201120083827-20- 572194/kebijakan-inkonsisten-dan-aparat-gamang-soal-pelanggar-prokes).

·       BBC News. 2020. “Covid-19: Pelanggaran Protokol Kesehatan di Markas FPI, Kapolda Metro Jaya dan Jawa Barat ‘Dicopot’ Karena ‘Tidak Laksanakan Perintah.’” www.bbc.com. Diakses pada 1 Desember 2020 (https://www.bbc.com/indonesia/indonesia[1]54951398)

·   CNN Indonesia. 2020. “Habis Dihempas Corona, Kritik Dibalas Penjara.” www.cnnindonesia.com. Diakses pada 1 Desember 2020. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200813164500-20-535482/habis[1]dihempas-corona-kritik-dibalas-penjara).

· CNN Indonesia. 2020. “Jokowi Perintahkan Panglima TNI dan Kapolri Awasi Warga.” www.cnnindonesia.com. Diakses pada 4 Desember 2020. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/ 20200904122850-20-542765/jokowi[1]perintahkan-panglima-tni-dan-kapolri-awasi-warga).

·  Halim, Devina. 2020. “Ini Ancaman Pidana bagi Pelanggar Protokol Kesehatan Covid-19.” nasional.kompas.com. Diakses pada 1 Desember 2020. (https://nasional.kompas.com/read/2020/11/16/21151481/ini-ancaman-pidana[1]bagi-pelanggar-protokol-kesehatan-covid-19?)

·     Halim, Devina. 2020. “Kompolnas: Pencopotan Kapolda Metro Jaya dan Jabar Harus Jadi Pelajaran.” nasional.kompas.com. Diakses pada 4 Desember 2020. (https://nasional.kompas.com/read/2020/11/17/09383821/kompolnas[1]pencopotan-kapolda-metro-jaya-dan-jabar-harus-jadi-pelajaran?).

·   Pratama, Ferdiyan. 2020. “Menyikapi ‘New Normal’ Setelah Pandemi.” puspensos.kemsos.go.id. Diakses pada 2 Desember 2020. (https://puspensos.kemsos.go.id/menyikapi-new-normal-setelah-pandemi).

·     Putra, Nanda Perdana. 2020. “Total Denda Pelanggar Protokol Kesehatan Covid-19 Mencapai Rp 2,6 Miliar.” www.liputan6.com. Diakses pada 1 Desember 2020. (https://www.liputan6.com/news/read/4375301/total-denda-pelanggar-protokol[1]kesehatan-covid-19-mencapai-rp-26-miliar)

·   Rizal, Jawahir Gustav. 2020. “Pandemi Covid-19, Apa Saja Dampak pada Sektor Ketenagakerjaan Indonesia?” www.kompas.com. Diakses pada 2 Desember 2020. (https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/11/102500165/pandemi-covid[1]19-apa-saja-dampak-pada-sektor-ketenagakerjaan-indonesia-?)

· Satgas Penanganan COVID-19. 2020. “Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/MENKES/382/2020.” covid.go.id. Diakses pada 1 Desember 2020. (https://covid19.go.id/p/regulasi/keputusan-menteri-kesehatan-nomor[1]hk0107menkes3822020).

·     Tribunnewsmaker.com. 2020. “Soal Kerumunan Habib Rizieq, Warga Luapkan Kritik untuk Pemerintah, Sebut Standar Ganda, Respon FPI.” newsmaker.tribunnews.com. Diakses pada 4 Desember 2020. (https://newsmaker.tribunnews.com/2020/11/16/soal[1]kerumunan-habib-rizieq-warga-luapkan-kritik-untuk-pemerintah-sebut-standar[1]ganda-respon-fpi?)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inisiatif membangun kekuatan intelektual, Departemen Pendidikan dan Penalaran (PILAR) HMJ Sosiologi FISIP UIN Walisongo Semarang mengadakan kelas penelitian di Desa Merbuh, Kecamatan SIngorojo, Kabupaten Kendal

HMJ Sosiologi mengadakan acara Pekan Ceria yang dilaksanakan di Kelurahan Bandarharjo, Kota Semarang

HMJ Sosiologi menggelar acara eLSiS dengan tema "Analisis Kebijakan Pemerintah Terhadap Pengendalian Harga Kebutuhan Pokonya"